Home » » Cinta Tidak Selalu Dengan Bunga

Cinta Tidak Selalu Dengan Bunga

Written By admin on Sabtu, 04 Februari 2012 | 04.44

Suamiku adalah seorang insinyur, aku mencintai sifatnya yang alami dan aku menyukai perasaan hangat yang muncul di perasaanku, ketika aku bersandar di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan, dan dua tahun dalam masa pernikahan, harus kuakui, bahwa aku mulai merasa lelah. Alasan-alasanku mencintainya dulu telah berubah menjadi sesuatu yang membosankan.

Aku seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Aku selalu merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak yang menginginkan permen. Tetapi semua itu tidak pernah kudapatkan. Suamiku jauh berbeda dari yang kuharapkan. Rasa sensitif-nya kurang. Dan ketidakmampuannya dalam menciptakan suasana yang romantis dalam pernikahan kami telah mementahkan semua harapanku akan cinta yang ideal.

Suatu hari, aku beranikan diri untuk mengatakan keputusanku kepadanya, bahwa aku menginginkan perceraian.
"Mengapa dik?" tanya suamiku dengan terkejut.
"Aku lelah, kamu tidak pernah bisa memberikan cinta yang kuinginkan" jawabku ketus.

Suamiku hanya terdiam dan termenung sepanjang malam di depan komputernya, tampak seolah-olah sedang mengerjakan sesuatu, padahal tidak. Kekecewaanku semakin bertambah, seorang pria yang bahkan tidak dapat mengekspresikan perasaannya, apalagi yang bisa kuharapkan darinya?

Dan akhirnya suamiku membuka percakapan, "Apa yang dapat kulakukan untuk mengubah pikiranmu, dik?" Aku menatap matanya dalam-dalam dan menjawab dengan pelan, "Begini saja, Aku punya sebuah pertanyaan, jika kau dapat menemukan jawabannya di dalam perasaanku, aku akan berubah pikiran. Seandainya, Aku menyukai setangkai bunga indah yang ada di tebing gunung. dan semua orang tahu jika kamu memanjat gunung itu, kamu akan mati. Apakah kamu akan memetikkan bunga itu untukku?"

Dia termenung dan akhirnya berkata, "Saya akan memberikan jawabannya besok."
Perasaanku langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak ada di rumah, dan aku menemukan selembar kertas dengan coret-coretan tangannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat yang bertuliskan...

Sayang, saya tidak akan mengambil bunga itu untukmu, tetapi ijinkan saya untuk menjelaskan alasannya.

Kalimat pertama ini menghancurkan perasaanku. Aku melanjutkan untuk membacanya.

"Kamu selalu pegal-pegal pada waktu 'teman baik kamu' datang setiap bulannya, dan saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kaki kamu yang pegal."

"Tempatmu adalah di rumah, dan saya khawatir kamu akan menjadi 'aneh' dan bosan lalu keluar tak tentu arah. Saya harus membelikan sesuatu yang dapat menghibur kamu di rumah atau meminjamkan lidah saya untuk menceritakan hal-hal lucu yang saya alami."

"Kamu seringkali terlalu dekat menonton televisi, terlalu dekat membaca buku, dan itu tidak baik untuk kesehatan mata kamu. Saya harus menjaga mata saya agar ketika kita tua nanti, saya masih dapat menolong mengguntingkan kuku kamu dan mencabuti uban kamu."

"Tangan saya akan memegang tangan kamu, membimbing kamu menelusuri pantai, menikmati matahari pagi dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar dan indah seperti cantiknya wajah kamu."

"Tetapi Sayang, saya tidak akan mengambil bunga indah yang ada di tebing gunung itu hanya untuk mati. Karena, saya tidak sanggup melihat air matamu mengalir menangisi kematian saya."

"Sayang, saya tahu, ada banyak orang yang bisa mencintai kamu lebih daripada saya mencintai kamu. Untuk itu Sayang, jika semua yang telah diberikan tangan, kaki, dan mata saya tidak cukup buat kamu, saya tidak berhak menahanmu untuk mencari tangan, kaki, dan mata lain yang dapat membahagiakan kamu."

Air mata saya jatuh diatas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur, tetapi saya tetap berusaha untuk terus membacanya.

"Dan sekarang, kamu telah membaca jawaban saya, Jika kamu tidak puas dengan jawaban saya ini, biarkan saya masuk untuk membereskan barang-barang saya, dan saya tidak akan mempersulit hidupmu. Percayalah, bahagia saya adalah bila kamu bahagia."

"Atau, Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, dan tetap menginginkan saya untuk tinggal di rumah ini, tolong bukakan pintu rumah kita, karena sekarang saya sedang berdiri disini menunggu jawaban kamu."

Saya segera berlari membuka pintu dan melihatnya berdiri di depan pintu dengan wajah penasaran sambil tangannya memegang segelas susu dan roti kesukaan saya.

Ya Allah, kini aku tahu, tidak ada orang yang pernah mencintaiku lebih daripada dia.

Itulah cinta, di saat kita merasa cinta itu telah berangsur-angsur hilang dari perasaan kita, karena kita merasa dia tidak dapat memberikan cinta dalam wujud yang kita inginkan, maka cinta itu sesungguhnya telah hadir dalam wujud lain yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Seringkali yang kita butuhkan adalah memahami wujud cinta dari pasangan kita, dan bukan mengharapkan wujud tertentu. Karena cinta tidak selalu harus berwujud "bunga".
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Herbal Website | Blogger Information | Template
Copyright © 2011. Blogger Information Center - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Template
Proudly powered by Blogger