Oleh: Amri Hatta, Lc.
HARI Akhir atau Hari Kiamat
merupakan sunnatullah yang digariskan oleh Sang Maha Kuasa yang wajib
kita Imani. Kita percaya bahwa disana terdapat hukum sebab-akibat dalam
setiap peristiwa dan kejadian yang diskenariokan untuk seluruh
ciptaan-Nya. Begitu juga dengan tanda-tanda dan petunjuk yang telah
diperlihatkan-Nya, sebelum menyingkap kebenaran Nubuwat-nubuwat Ilahi,
agar manusia mempelajari dan menangkap sinyal Nubuwat yang telah
dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya perubahan ekstrim cuaca yang sedang dialami Planet kita
merupakan permasalahan global serius dan gawat, bahkan lingkungan,
tumbuhan dan hewan-hewan ikut menerima efek negatif yang dihasilkan
perubahan drastis ini. Tetapi tidakkah kita menganggap bahwa fenomena
ini bukan sekedar ancaman klimatologi yang mencemaskan banyak Ilmuwan
ahli ilmu cuaca dan oseanologi (kelautan)? Hingga sempat
didokumentasikan dalam salah satu film Hollywood. Atau adakah sesekali
merenungkan bahwa perubahan alam ini merupakan salah satu sinyal yang
sangat relevan dengan informasi yang diabadikan selama lebih dari seribu
empat ratus tahun yang lalu, petunjuk zaman dari Allah SWT yang
disampaikan lewat lisan Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ ”
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ …حَتَّى تَعُودَ أَرْضُ الْعَرَبِ مُرُوجًا
وَأَنْهَارًا “
“Kiamat tidak akan terjadi….sampai dataran Arab kembali menjadi dataran
berpadang rumput dan dipenuhi dengan sungai-sungai.” (HR. Muslim)
Beranjak dari teori-teori para ilmuwan, berbagai bukti ilmiah dan
isu-isu politik dunia yang akan diulas dalam pembahasan sangat singkat
ini, penulis berusaha meramu kesimpulan dari setiap aspek masing-masing
hingga mengkaitkan peristiwa-peristiwa akhir zaman yang kelak akan
dilalui ummat manusia.
TERDAPAT fenomena lain yang ditemukan para Ilmuwan dalam beberapa waktu
lalu selain mencairnya es di kutub, yaitu terdapat gelombang laut yang
sangat besar, yang mengalami putaran gelombang di antara
samudera-samudera, berfungsi membawa air dengan suhu panas dari tepi
laut Afrika Utara ke Atlantik Utara. Fenomena ini disebut The Great
Ocean Conveyor Belt.
Dalam gambar ini kita melihat arus pergerakan gelombang, warna merah
mewakili arus gelombang yang membawa suhu panas air, dan warna biru
mewakili gelombang suhu dingin. Juga diketahui bahwa prinsip gerak
gelombang ini berlangsung dengan proses penurunan gelombang panas
berasal dari Afrika menuju arah selatan dengan membawa sejumlah besar
makanan bagi ikan dan dan organisme laut.
Dalam keadaan normal, gerakan ini akan terus berlanjut sepanjang tahun
dan suhu panas air laut akan terus tersalurkan ke Eropa. Para ilmuwan
memperkirakan jumlah panas ini dalam setahun setara dengan yang
dihasilkan oleh jutaan pabrik penghasil energi atom. Begitulah yang
terjadi jika dalam kondisi normal. Namun dalam periode ini dan di
tahun-tahun mendatang, para ilmuwan khawatir dengan peningkatan proporsi
air tawar di Atlantik Utara yang akan menyebabkan penghentian mekanisme
gelombang ini. Karena seperti yang disebutkan sebelumnya, air tawar
lebih ringan dari air asin dan proses penurunan gelombang air menuju ke
bawah akan berhenti. Mengenai teori ini film “The Day After Tomorrow”
juga memaparkan fenomena ilmiah ini, tetapi belum mencapai kerincian
klarifikasinya.
Dengan terhentinya gerakan besar ini, secara tidak langsung akan
menghentikan proses transfer sejumlah besar panas ke Eropa utara dan
bagian daerah di Amerika dan Kanada bagian timur. Disusul dengan
penurunan suhu di Eropa seperti yang diperkirakan oleh para ilmuwan dari
5 sampai 10 derajat Celcius.
Gagasan teori ini diakui oleh banyak Ilmuwan ahli kelautan dan berkata
bahwa fenomena alam ini sudah terjadi sejak (kurang lebih) 20 tahun
silam, tetapi ada beberapa Ilmuwan mengingkarinya dan mengatakan bahwa
fenomena ini tidak akan sampai menghentikan arus gelombang tersebut
tetapi hanya akan melambatkan mekanismenya. Tetapi pada akhir dekade ini
kebenaran teori tersebut mulai memperlihatkan wujudnya, tepat setahun
setelah dirilisnya film “The Day After Tomorrow.”
Para ilmuwan menemukan reduksi pesat pada The Great Ocean Conveyor Belt
tersebut, seperti yang diterbitkan Koran Inggris The Independent pada
tahun 2005 yang menjelaskan tentang penelitian mengenai arus gelombang
samudera Atlantik, hasil penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal
“Nature” yang menyimpulkan bahwa arus ini telah menurun 30 % sejak tahun
1992.
Para ilmuwan memprediksikan bahwa penurunan ini akan menyebabkan reduksi
kadar rata-rata suhu panas di Inggris dengan ukuran satu sampai dua
derajat Celcius. Seorang profesor fisika kelautan dari Universitas
Cambridge, juga memperkirakan dampak dari perubahan ini akan sangat
mengerikan untuk Inggris dan Eropa dalam beberapa tahun mendatang, entah
Eropa akan membeku atau hanya menjadi sangat dingin.
Dan diketahui bahwa belum pernah terjadi perubahan pesat terhadap
gelombang tesebut selama lima puluh tahun terakhir. Untuk informasi
lebih lanjut tentang pergerakan arus gelombang besar ini bisa dilihat
pada video dokumenter yang bertema tentang fenomena The Great Conveyor
Belt dan dampaknya terhadap iklim Eropa, dipublikasikan pada bulan
desember tahun 2004 di situs Discovery atau bisa dicari Yotube, tetapi
sangat disayangkan juru bicara Profesor Harry Bryden tidak menyebutkan
dalam rekaman itu dampak fenomena ini bagi tanah Arab. []
Dalam dekade terakhir ini, isu pemanasan global telah banyak menguras
perhatian para Ilmuwan klimatologi yang dari waktu ke waktu semakin
memprihatinkan. Pemicu timbulnya pemanasan global dikarenakan adanya
karbondioksida dengan jumlah yang sangat besar di atmosfer serta adanya
gas-gas lain bereaksi yang menyebabkan lubang di lapisan ozon. Fenomena
ini sudah mulai dua dekade yang lalu di mana berdampak pada daerah es
yang terletak di Arktik wilayah benua Atlantik Utara, hal tersebut telah
terdokumentasikan secara ilmiah.
Pencairan es tersebut berdampak negatif pada iklim wilayah Atlantik
Utara karena berakibat meningkatkan proporsi air tawar dan mengurangi
jumlah kadar air asin pada Samudera Atlantik, seperti yang terjadi di
Selat Denmark dan Laut Labrador.
Penurunan jumlah es menyebabkan perluasan wilayah laut, dan hal itu akan
mengundang terjadinya proses penguapan secara besar-besaran, yang akan
diikuti dengan curah hujan setelahnya. Dengan kata lain jumlah air tawar
akan terus bertambah dan kadar keasinan air laut terus berkurang di
wilayah ini. Sebagaimana yang diketahui bahwa sebagian dari samudera
laut di bumi kita ini dalam kondis membeku, dan ketika air laut (air
asin) membeku menjadi es maka es itu telah menjadi air tawar. Fenomena
ini sering dimanfaatkan di beberapa daerah dingin dalam proses
desalinisasi (proses pembuatan air laut menjadi tawar), dengan
mencairkan es dari air laut.
Ketika mencairnya es tersebut maka akan meningkatkan proporsi air tawar.
Semua faktor ini akan mengurangi salinitas air permukaan di wilayah
Atlantik Utara.
Dan yang menjadi poin penting dari fenomena ini adalah seperti yang
diketahui secara ilmiah bahwa air tawar lebih ringan dari air garam
sehingga mengapung di permukaan.
Para ilmuwan memperkirakan tingkat penurunan es 9-14 % setiap sepuluh
tahun. Di sisi lain kita akan melihat jumlah air lautan dan samudera
akan terus-menerus bertambah hingga menutupi beberapa bagian daratan
rendah. Hingga kini tidak sedikit penduduk di sejumlah pulau menghadapi
masalah dari fenomena ini. Bahkan jika hal ini tidak berakibat
menenggelamkan bagian daratan di suatu wilayah, kenaikan permukaan laut
akan merusak tanah pertanian disebabkan karena kadar garam pada air
laut. Dengan meningkatnya permukaan lautan akan mendukung terjadinya
peningkatan penguapan pula, dan penguapan air ini menjadi salah satu
faktor utama terjadinya pemanasan pada lapisan atmosfer.
The second Ice Age dan Petunjuk Zaman di Bumi Arab
Written By admin on Selasa, 19 November 2013 | 00.18
Label:
islam umum,
islamedia
Posting Komentar