
Selama ini kita mengenal ada 2 macam bentuk penanggalan yaitu lunar (mengacu
pada bulan), solar (mengacu pada matahari), dan lunisolar (mengacu pada
keduanya). Yang paling kita kenal di dunia ini adalah penanggalan
Hijriyah dan Masehi. Kalender Hijriyah adalah kalender yang mengacu
pada perputaran bulan. Sedangkan kalender Masehi mengacu pada perputaran
matahari.
Kata Masehi digunakan oleh umat Kristen awal untuk menetapkan hari
kelahiran Yesus yang dalam bahasa latin disebut Anno Domini (AD) yang
berarti “Tahun Tuhan Kita” atau Common Era/CE (Era Umum) untuk era Masehi, dan Before Christ/BC (sebelum [kelahiran Kristus) atau Before Common Era / BCE (Sebelum Era Umum).
Sebagian besar orang non-Kristen biasanya mempergunakan singkatan M
dan SM ini tanpa merujuk kepada konotasi Kristen tersebut. Sistem
penanggalan yang merujuk pada awal tahun Masehi ini mulai diadopsi di
Eropa Barat selama abad ke-8.
Semula biarawan Katolik, Dionisius Exoguus pada tahun 527 M
ditugaskan pimpinan Gereja untuk membuat perhitungan tahun dengan titik
tolak tahun kelahiran Nabi Isa as (Yesus). Dan mula-mula dipergunakan
untuk menghitung tanggal Paskah (Computus) berdasarkan tahun pendirian
Roma.
Awalnya penghitungan hari Orang Romawi terbagi dalam 10 bulan saja
(kecuali Januari dan Februari). Persis dengan pemberian nama hari,
pemberian nama bulan pada tarikh yang kemudian menjadi
penghitungan hari Masehi ini ada kaitannya dengan dewa bangsa Romawi.
Bulan Martius mengambil nama Dewa Mars, bulan Maius mengambil nama Dewa
Maia dan bulan Junius mengambil nama Dewa Juno.
Sedang nama-nama Quintrilis, Sextrilis, September, October, November
dan December diambil berdasarkan angka urutan susunan bulan. Quntrilis
berarti bulan kelima, Sextilis bulan keenam, September bulan ketujuh,
October bulan kedelapan dan December bulan kesepuluh.
Aprilis diambil dari kata Aperiri, sebutan untuk cuaca yang nyaman di
dalam musim semi. Berdasarkan nama-nama tersebut di atas, tampak¸bahwa
di zaman dahulu permualaan penanggalan Masehi jatuh pada bulan Maret.
Penanggalan yang terdiri atas 10 bulan kemudian berkembang menjadi 12
bulan. Berarti ada tambahan 2 bulan, yaitu Januarius dan Februarius.
Januarius adalah nama dewa Janus. Dewa ini berwajah dua, menghadap ke
muka dan ke belakang, hingga dapat memandang masa lalu dan masa depan.
Karenanya Januarius ditetapkan sebagai bulan pertama. Februarius diambil
dari upacara Februa, yaitu upacara semacam bersih kampung atau ruwatan
untuk menyambut kedatangan musim semi. Dengan ini Februarius menjadi
bulan yang kedua, sebelum musim semi datang pada bulan Maret.
Awalnya bulan-bulan terdahulu letaknya di dalam penanggalan baru
menjadi tergeser dua bulan, dan susunannya menjadi: Januarius,
Februarius, Martius, Aprilis, Maius, Junius, Quintrilis, Sextilis,
September, October, November dan December.
Ketika Julius Caesar berkuasa, ia menerima anjuran para ahli
perbintangan Mesir untuk memperpanjang tahun 46 SM menjadi 445 hari
dengan menambah 23 hari pada bulan Februari dan menambah 67 hari antara
bulan November dan December. Setelah kembali ke Roma, Julis Caesar
mengeluarkan maklumat penting dan berpengaruh luas hinga kini yakni
penggunaan sistem matahari dalam sistem penanggalan seperti yang
dipelajarinya dari Mesir.
Keputusannya kala itu, setahun berumur 365 hari karena beralasan,
bumi mengelilingi matahari selama 365,25 hari. Kedua setiap 4 tahun
sekali, umur tahun tidak 365 hari, tapi 366 hari, disebut tahun kabisat.
Tahun kabisat ini sebagai penampungan kelebihan 6 jam setiap tahun yang
dalam 4 tahun menjadi 4×6=24 jam atau 1 hari.
Untuk menghargai jasa Julius Caesar dalam melakukan penyempurnaan
penanggalan itu, maka penanggalan tersebut disebut penanggalan Julian.
Dengan menganti nama bulan ke-5 yang semula Quintilis menjadi Julio,
yang kita kenal sebagai bulan Juli.
Waktu terus berjalan, rupanya penanggalan Julian juga memperlihatkan
kemelesetan juga. Apabila pada zaman Julis Caesar jatuhnya musim semi
mundur hampir 3 bulan, kini musim semi justru dirasakan maju beberapa
hari dari patokan.
Guna meluruskan kemelesetan, Paus Gregious XIII pimpinan Gereja
Katolik di Roma pada tahun 1582 mengoreksi dan mengeluarkan sebuah
keputusan. Pertama, angka tahun pada abad pergantian, yakni angka tahun
yang diakhiri 2 nol, yang tidak habis dibagi 400, misal 1700, 1800 dsb,
bukan lagi sebagai tahun kabisat (catatan: jadi tahun 2000 yang habis
dibagi 400 adalah tahun kabisat)
Kedua untuk mengatasi keadaan darurat pada tahun 1582 itu diadakan
pengurangan sebanyak 10 hari jatuh pada bulan October, pada bulan
Oktober 1582 itu, setelah tanggal 4 Oktober langsung ke tanggal 14
Oktober pada tahun 1582 itu.
Ketiga sebagai pembaharu terakhir Paus Regious XIII menetapkan 1
Januari sebagai tahun baru lagi. Berarti pada perhitungan rahib Katolik,
Dionisius Exoguus tergusur. Tahun baru bukan lagi 25 Maret seiring
dengan pengertian Nabi Isa. as (Yesus) lahir pada tanggal 25, dan
permulaan musim semi pada bulan Maret.
Ternyata, penanggalan tahun Masehi yang dipakai saat ini berdasarkan
Astrologi Mesopotamia yang dikembangkan oleh astronum-astronum para
penyembah dewa-dewa. Maka nama-nama bulan pun memakai nama dewa dan
tokoh-tokoh pencetus penanggalan kalender Masehi. Lalu ditetapkan oleh
Paus Katolik dan menjadi tradisi umat Kristen se-Dunia.
Kebenaran Hijriyah
Pada masa kini, manusia pada umumnya (khususnya kaum Muslim) lebih
sering menggunakan kalender Masehi daripada kalender Hijriyah. Padahal,
ini mempunyai dampak terhadap ibadah umat Muslim seperti pada puasa,
hari raya, dan shalat.
Sebagai contoh, jika kita mengacu pada kalender Masehi,maka shalat
Isya yang dilaksanakan pada tengah malam atau pada pukul 00.00 maka
apakah masih sah shalat yang kita tunaikan? Karena dalam Islam,
permulaan waktu terletak pada waktu terletak pada waktu terbenamnya
matahari.
Sedangkan, dalam kalender Masehi, permulaan waktu terletak
pada pukul 00.00. Jadi, jika kita shalat Isya hari Rabu pukul 00.00
berarti bukannya kita sudah masuk hari Kamis? Ini harus menjadi
pelajaran bagi umat Muslim secara keseluruhan.
Hijriyah adalah penanggalan perdana dalam sejarah hidup umat
manusia, bukan hanya umat Muslim saja. Alkisah, ketika itu umat Muslimin
belum mengetahui tentang ihwal penetapan tahun. Ketika zaman
kekhalifahan, Abu Musa Al-Asyari menulis surat kepada amirul mu’minin
yang tidak ada tanggal dan tahunnya sehingga membingungkan. Lalu Umar
ketika itu mengumpulkan para sahabat-sahabat senior untuk bermusyawarah
mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad
Rasulullah, ada yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Rasulullah
menjadi Rasul, dan ada yang mengusulkan berdasarkan momentum hijrahnya
Rasulullah dari Makkah ke Madinah. Maka diputuskanlah berdasarkan
momentum hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai awal
penetapan kalender Islam.
Tahun qamariyah atau lunar year adalah tahun yang
lebih panjang dikarenakan orbit bukan berbentuk lingkaran bundar, elips,
ataupun lonjong. Karena bentuk lingkaran begini akan menimbulkan
kekacauan dan susah untuk diramalkan. Orbit demikian tidak mungkin
terjadi dalam tarik menariknya tata surya dengan bumi. Karena bumi
berada pada titik perihelion atau terdekat dengan matahari dia harus
membelokkan arah layangnya ke kiri beberapa derajat mengitari surya yang
didekati. Orbit tatasurya berbentuk oval. Dengan orbit oval
terbentuklah daya layang berkelanjutan dan aktivitas sunspots yang berubah sepanjang tahun untuk mewujudkan perubahan cuaca di muka bumi.
Itulah salah satu tanda yang telah Allah Subhanahu Wata’ala jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 189:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ
وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوْاْ الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا
وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُواْ الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal (bulan), katakanlah “ia
adalah penentu waktu bagi manusia dan haji. Dan tiada kebaikan bahwa
kamu mendatangi rumah-rumah (penanggalan)dari belakangnya, tetapi
kebaikan itu ialah ia yang menginsyafi. Datangilah rumah-rumah pada
pintunya. Insyaflah pada Allah semoga kamu menang.”
Hal ini juga tertera dalam firman Allah surat At-taubah ayat 37
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ يُضَلُّ بِهِ الَّذِينَ
كَفَرُواْ يُحِلِّونَهُ عَاماً وَيُحَرِّمُونَهُ عَاماً لِّيُوَاطِؤُواْ
عِدَّةَ مَا حَرَّمَ اللّهُ فَيُحِلُّواْ مَا حَرَّمَ اللّهُ زُيِّنَ
لَهُمْ سُوءُ أَعْمَالِهِمْ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Sesungguhnya pengunduran (bulan haram) itu hanya
menambah kekafiran. Orang-orang kafir disesatkan dengan (pengunduran)
itu, mereka menghalalkannya suatu tahun dan mengharamkannya pada suatu
tahun yang lain, agar mereka dapat menyesuaikan dengan bilangan yang
diharamkan Allah, sekaligus mereka menghalalkan apa yang diharamkan
Allah. Dijadikan terasa indah bagi perbuatan-perbuatan buruk mereka. Dan
Allah tidak memberi petujuk kepada orang-orang yang kafir.”
Kalender Hijriyah layak mendapatkan perhatian lebih karena ia tidak
terikat dengan pergantian musim. Salah satu dampak positifnya bagi umat
Islam dalam kalender ini adalah saat menjalankan syariat. Beberapa di
antaranya yang terikat dengan penanggalan ini adalah masalah puasa dan
haji.
Semoga hari-hari ke depan kita bisa memulai dan membiasakan diri menggunakan warisan Islam, berupa kalender Hijriyah. Wallahu a’lam bish-shawab.*
Abby Fadhillah Yahya
Dipublish pertama kali oleh hidayatullah.com
Posting Komentar