Salah
satu yang paling menakjubkan dari taman bergantung Babylonia adalah
sistem pengairannya. Para kontraktor taman ini berhasil mendisain suatu
sistem pengairan yang memungkinkan air sungai Efrat untuk ‘memanjat’
taman setinggi seratus meter itu.
Mereka menggunakan semacam pompa kincir raksasa.
Dua buah kincir besar—satu diatas yang lain di bawah dihubungkan dengan
sebuah rantai. Rantai inilah yang memutar kedua kincir tersebut untuk
mengambil dan menuangkan air.
Di
sepanjang rantai itu diikatkan ember-ember besar yang mengambil air
dari sungai eufrat, dan menuangkannya ke kolam penampungan di puncak
taman. Sistem ini memungkinkan taman untuk menerima air terus menerus.
Jadi, meskipun Babylonia merupakan wilayah yang jarang didatangi hujan,
tamannya tetap menerima cukup pasokan air.
Antara ada dan tiada
Keberadaan
taman bergantung Babylonia telah memunculkan kontroversi di kalangan
para arkeolog. Keberadaan taman ini diragukan mengingat tak ada bukti
arkeologi yang mendukung keberadaannya di masa lalu.
Manuskrip-manuskrip
cuneiform Babylonia yang ditemukan pun tak ada yang membahasnya,
padahal bangunan kuno lainnya, seperti ziggurat dan kuil Marduk
diterangkan dengan jelas.
Bukti
yang sering dikemukakan arkeolog yang meyakini keberadaan taman ini
adalah kisah campuran tentang taman dan pohon palm di Mesopotamia,
istana Nebuchadnezzar, the tower of Babel, dan ziggurat yang diceritakan
oleh pasukan tentara Alexander yang Agung, ketika mereka kembali ke
kampung halamannya.
Diceritakan,
ketika pasukan Alexander tiba di dataran Mesopotamia dan melihat kota
Babylon mereka sangat takjub pada sebuah taman tinggi yang dipenuhi
pohon-pohon palem dan berbagai tanaman lain. Kisah mengenai taman itu
mereka ceritakan kembali ketika tiba di kampung halaman.
Kisah-kisah
itulah yang ditulis menjadi puisi oleh banyak penyair. Namun, sebagian
arkeolog meragukan kisah ini. Sebab para prajurit itu menceritakan,
taman, istana raja, dan ziggurat secara sekaligus, sehingga
berkemungkinan besar para sastrawan menggabungkan semua bangunan ini
dalam satu kisah, memberi kesan seolah-olah telah berdiri sebuah
bangunan yang menakjubkan.
Para
sejarahwan yang menceritakan taman itupun, seperti Berossus, Diodorus
Siculus, Herodotus, dan Philon tidak ada yang menyaksikannya secara
langsung. Penggalian para arkeolog di reruntuhan kota Babylon pun
membuktikan, bahwa dinding istana kerajaan tidak sepanjang yang
diungkapkan Herodotus. Kemungkinan besar taman yang dimaksudkan adalah
sebuah taman kerajaan yang merupakan satu kesatuan dengan ziggurat dan
istana.
Dalam
literature Babylonia, tidak ditemukan adanya rekaman sejarah tentang
taman bergantung, dan laporan yang sangat deskriptif berasal dari ahli
sejarah bangsa Yunani. Dalam lembaran tanah liat yang berasal dari
periode Nebuchadnezzar, deskripsi tentang istananya, kota Babylon dan
dindingnya ditemukan, tetapi tidak ada satupun referensi yang ditemukan
tentang taman bergantung.
Meski
demikian, para arkeolog sampai sekarang tetap berusaha menemukan bukti
arkeologis keberadaan taman ini. Jika memang pernah ada mengapa taman
sebesar itu sampai musnah tak bersisa? Bencana semacam apa yang membuat
bangunan ini rusak luar biasa?
Sebenarnya Tidak Bergantung
Taman
bergantung sebenarnya tidak sungguh-sungguh tergantung. Ada
misinterpretasi soal kata ‘bergantung.’ Orang Yunani menyebut taman ini
dengan ‘kremastos’ yang dilatinkan menjadi ‘pensilis’, dan dalam bahasa
Inggris disebut ‘overhanging’, artinya berada di balkon atau di teras.
Jadi yang dimaksud dengan taman bergantung adalah taman yang berada di
dataran tinggi seperti balkon atau teras.
Sumber
dari bangsa Yunani menyebutkan bahwa taman bergantung berbentuk
quadrangular, setiap sisi panjangnya 4 plethora, terdiri dari arched
vaults di pondasinya. Taman ini mempunyai tumbuhan yang ditanam diatas
permukaan tanah, dan akar dari tanaman ini melekat di teras bagian atas,
bukan didalam bumi. Seluruh massanya didukung oleh colom batuan. Air
dipompa ke atas dan dibiarkan mengalir menuruni lereng, mengairi
tumbuh-tumbuhan.
Robert
Koldewey adalah arkeologis Jerman yang berhasil menemukan reruntuhan
kota Babylon. Ia mulai menggali lokasi situs tahun 1899. Koldewey
menggali selama 14 tahun dan berhasil menemukan dinding istana, menara
Babel, dan fondasi istana Nebukadnezar. Penemuan lainnya yang mendukung
adanya taman bergantung, termasuk kolong bangunan dengan dinding yang
tebal dan irrigasi yang dekat dengan istana selatan.
Ahli
sejarah Yunani, Strabo, mengatakan bahwa taman bergantung terletak di
sungai Euphrates. Yang lainnya berpendapat bahwa lokasinya sangat jauh
dari sungai Euphrates berdasarkan penemuan dari kolong bangunan yang
terletak beberapa ratus yard dari sungai.
Tempat
beradanya istana telah direkonstruksi dan diperkirakan taman bergantung
terletak didaerah yang merentang dari sungai ke istana. Dinding yang
massif, tebal 25 kaki, baru-baru ini ditemukan di pinggir sungai, yang
kemungkinan merupakan langkah untuk membentuk teras yang dideskripsikan
dalam referensi yunani.
Menurut
manuskrip hanya ada dua bangunan di kota itu yang terbuat dari batu,
yakni dinding utara istana, dan taman bergantung. Koldewey berhasil
menemukan 14 ruangan dari batu. Diperkirakan diantaranya merupakan
bagian dari taman bergantung.
Koldewey
juga menemukan lubang aneh di lantai, kemungkinan besar di tempat
itulah dulu berdiri pompa kincir raksasa taman bergantung. Lokasi
reruntuhan yang ditemukan Koldewey berada jauh dari sungai Eufrat. Jadi
arkeolog lain masih meragukan kalau reruntuhan itu berasal dari taman
bergantung. Sebab menurut sejarahnya taman itu terletak dekat sungai
Eufrat.
Pada
tahun 538 BC, pemimpin terakhir Babylonia menyerah kepada Cyrus Agung
dari Persia. Dan ini adalah pertanda berakhirnya dinasti Chaldean dan
Babylonia.
Posting Komentar